Selasa, 24 Januari 2012

mengtasi anak remaja yang sering berbohong

Mengatasi Anak Suka Berbohong


Kamis, 04-11-2010 09:16:54 oleh: Akhmad Muhaimin Azzet
Kanal: Opini

Tidak ada satu pun manusia di dunia ini yang suka dibohongi. Meskipun tidak suka dibohongi, masih saja ada orang yang berbohong kepada orang lain; pada saat yang sama, entahlah, apakah ia lupa bagaimana rasanya jika orang lain berbohong kepadanya. Demikian pula dengan kita; bagaimana jika anak kita mempunyai kebiasaan baru, yakni suka berbohong? Tentu kita sama sekali tidak menginginkan kalau anak kita suka berbohong. Sebab, berbohong adalah perilaku buruk yang bisa merusak hubungan antara manusia yang satu dengan yang lain. Lebih buruknya lagi, sekali berbohong biasanya akan diikuti kebohongan-kebohongan berikutnya. Oleh karena itu, kita harus menghindarkan diri dari berbohong sekaligus melindungi anak kita jangan sampai mempunyai sifat suka berbohong.
Anak yang suka berbohong biasanya disebabkan oleh beberapa hal sebagai berikut:

1. Meniru Orangtua
Orangtua yang suka berbohong, baik itu kepada orang lain maupun (bahkan) kepada anak-anaknya sendiri, secara tidak langsung mengajari anaknya untuk berbohong pula. Hal ini bisa terjadi karena anak akan meniru orangtuanya yang suka berbohong. Meskipun sang orangtua telah memberikan pelajaran kepada anaknya tentang pentingnya kejujuran dan melarangnya untuk berbohong, namun apabila orangtua tidak memberikan contoh yang baik dan tetap saja suka berbohong, maka anaknya tetap akan meniru orangtuanya.
Anak tidak hanya meniru perilaku orangtuanya dalam berbohong, ironisnya orangtua kadang-secara tidak sadar-mengajari anaknya berbohong. Misalnya, pada saat sang ibu mengajak anaknya pergi berbelanja di sebuah supermarket, tiba-tiba sang ibu mampir sebentar ke salon untuk merawat diri. Sekeluar dari salon, sang ibu berpesan kepada anaknya yang masih berusia tiga tahun untuk tidak bercerita kepada ayahnya kalau mampir juga ke salon. Di sinilah sesungguhnya orangtua telah mengajari anaknya untuk berbohong.

2. Orangtua yang Tidak Kenal Kompromi
Ada orangtua yang tidak mengenal kompromi kepada anak-anaknya. Orangtua hanya ingin anaknya melakukan apa saja yang sudah dianggap terbaik. Meskipun semuanya ini beralasan demi kebaikan dan masa depan anaknya, sejujurnya hal ini tidak mengenakkan bagi sang anak. Tanpa disadari oleh orangtuanya, anak justru tertekan oleh sebab sikap orangtuanya. Di sinilah akhirnya anak sering mengambil jalan selamat dengan suka berbohong. Hal ini dilakukan oleh anak agar ia tidak mendapatkan marah atau hukuman dari orangtuanya. Orangtua yang semacam ini bisanya hanya menuntut tanpa mendengarkan keinginan dari sang anak.
Siapa pun sesungguhnya tidak ingin hidup dalam tekanan, berhadapan dengan orang yang berwatak kaku, dan tidak mau kompromi dengan orang lain. Demikian pula dengan anak. Menghadapi orangtua yang seperti ini tidak jarang sang anak lebih memilih untuk berbohong; apalagi-misalnya-ditanya oleh orangtua mengenai tugas-tugasnya. Penulis pernah menjumpai ada orangtua yang marah-marah kepada anaknya yang ternyata berbohong ketika ditanya apakah ada pekerjaan rumah (PR) dari sekolah atau tidak; sang anak sering menjawab tidak ada PR. Padahal, sang anak diam-diam mengerjakan PR-nya di sekolah-atau bahkan di rumah penulis-karena orangtua ketika mendampingi anaknya belajar hanya memarahi anaknya bila sedikit saja tidak bisa menjawab soal dengan benar.
Untuk mengatasi masalah ini, sudah tentu orangtua harus mengubah sikapnya terhadap anak. Mengajarkan kebaikan atau menyampaikan nilai kepada anak tidak akan membuahkan hasil yang dinginkan apabila dilakukan dengan cara yang keras, kaku, disiplin yang berlebihan, dan tidak mengenal kompromi. Hal ini justru memuculkan rasa ketakutan pada diri sang anak. Anak yang takut kepada orangtua akhirnya malah suka berbohong agar tidak mendapatkan kemarahan dari orangtuanya.

3. Anak Suka Berimajinasi
Pada masa kanak-kanak memang suka berimajinasi. Hal ini karena daya imajinasi kanak-kanak sedang berkembang dengan baik. Pada saat seperti ini, ada di antara anak-anak yang belum bisa membedakan mana yang hanya imajinasi dan mana yang sesuai dengan kenyataan. Ketika seorang anak belum bisa membedakan dua hal ini, ia suka menceritakan segala hal yang berasal dari imajinasinya seakan benar-benar merupakan kenyataan.
Menghadapi kenyataan seperti ini, orangtua tidak perlu memarahi anaknya karena dianggap telah berbohong. Bagaimanapun, kemampuan berimajinasi seorang anak bukan merupakan kesalahan. Justru kemampuan ini sangat bermanfaat dalam kekayaan kecerdasannya. Orangtua hanya perlu memberikan nasihat kepada anaknya untuk membedakan antara imajinasi dan kenyataan.
Ada juga seorang anak yang menggabungkan kenyataan sekaligus imajinasi. Misalnya, seorang anak yang baru saja melihat atau bertemu dengan anging ribut di jalan. Hal ini memang benar, bahkan ia bersama ayah dan ibunya sempat untuk mencari tempat yang agak lapang dan berhenti di pinggir jalan agar selamat dari pohon yang tumbang atau terkena benda lainnya yang terbawa angin. Setelah angin sudah reda, kemudian ia melanjutkan perjalanan pulang bersama ayah dan ibunya. Namun, ketika bercerita kepada teman-temannya, dengan heboh sang anak menceritakan bahwa pada saat angin ribut tersebut ia melihat ada sepasukan ninja yang berlompatan dari pohon satu ke pohon lainnya. Seru sekali ceritanya karena berbalut dengan imajinasi.

4. Untuk Menutupi Kekurangan atau Ingin Dipuji
Tidak hanya pada anak-anak, di antara orang yang sudah dewasa, tak sedikit yang melakukan berbohong hanya untuk menutupi kekurangannya. Pada saat seseorang mempunyai kekurangan di bidang ekonomi, misalnya, ia lantas berbohong kepada tetangganya bahwa baru saja telah membantu keluarganya di luar daerah dengan menransfer uang melalui bank ini dan itu. Demikian pula dengan anak-anak, pada saat menutupi rasa penakutnya terhadap kegelapan, ia bercerita kepada teman-temannya bahwa ia pernah melihat hantu di suatu malam yang gelap.
Untuk mengatasi masalah ini, orangtua memang harus menyediakan diri untuk sering berdialog dengan anaknya. Pada saat anak berbohong karena menutupi kekurangannya, orangtua perlu memberikan penjelasan tentang pentingnya kejujuran; orangtua juga perlu menyampaikan bahwa kekurangannya tidak bisa selamanya ditutupi dengan kebohongan.
Di samping untuk menutupi kekurangan, orang dewasa atau juga anak-anak, kadang berbohong hanya agar mendapatkan pujian dari orang lain. Sungguh, kebohongan yang satu ini sangat perlu untuk dihindarkan sejauh mungkin dari kehidupan kita atau anak-anak kita. Sebab, orang yang sering melakukan kebohongan agar mendapatkan pujian akan membentuk sifatnya untuk menjadi orang yang narsisistik, ambisius, dan munafik. []

Tidak ada komentar:

Posting Komentar